88KulinerMakan - Terkecuali di kenal dengan kuliner dodol serta cokelat, Garut nyatanya masih tetap miliki kuliner ciri khas yang sudah mulai sejak lama ada yakni Abon Ma'Nio yang sudah berproduksi mulai sejak th. 1960 serta sekarang ini sudah dikelola oleh generasi ke-4.
Yaitu Wawan Wibisana (55), generasi ke-4 pengelola Abon Ma'Nio yang sekarang ini selalu menghasilkan abon untuk melindungi warisan beberapa orangtuanya. Di tangan Wawan, Abon Ma'Nio sekarang ini telah mulai menembus pasar nasional dengan memakai sosial media.
Bila dahulu cuma menghasilkan abon serta dendeng. Sekarang ini, sekurang-kurangnya ada bermacam product olahan daging yang dibuatnya.
" Ada abon sapi variannya pedas serta original, abon ayam, abon urat sapi serta yang paling baru yaitu abon ayam kalkun, " tuturnya.
Sesaat, untuk product dendeng daging, menurut Wawan, yang umum disapa Abah, ada dua type dendeng yang di produksi yakni dendeng sayat serta dendeng giling yang cita rasa-rasanya ada yang pedas serta rasa jeruk.
" Bila dendeng sayat, dari sayatan daging, bila giling dagingnya digiling lalu dikeringkan, " tuturnya.
Wawan menjelaskan, usaha pembuatan abon serta dendeng daging sapi awalannya digerakkan oleh Ibu Muslimah yg tidak beda orangtuanya dari neneknya yang bernama Ma Nio. Dari Ma Nio, usaha pembuatan abon dilanjutkan oleh orangtuanya Wawan yakni Ai Rumani.
" Ma Nio mulai meneruskan usaha abon mulai sejak th. 1960, nama abon Ma Nio di ambil dari nama nenek saya, " kata Wawan. Menurut Wawan, untuk masalah pembuatan abon di Garut.
Nama keluarganya memanglah telah cukup lama di kenal, terlebih di Kampung Sanding, Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota. Maka dari itu, usahanya dilanjutkan dengan turun temurun oleh keluarganya.
Wawan sebagai anak pertama dari Ai Rumani, generasi ke-3 yang buat abon serta dendeng, mulai menggerakkan usaha pembuatan abon mulai sejak th. 1990-an serta mulai tumbuh cepat th. 2000-an.
" Dahulu saya pernah kerja dahulu di Jonggol, jadi sisi TU di sekolah SMA, pulang ke Garut lalu melanjutkan usaha orang-tua, " tuturnya.
Wawan menjelaskan, satu diantara aspek yang buat Abon Ma'Nio dapat bertahan sampai saat ini yaitu usahanya agar bisa tetaplah melindungi cita rasa asli pembuatan abon. Walau pemrosesannya termasuk tradisionil.
Tetapi cita rasa dapat tetaplah terbangun. " Semuanya masih tetap dibuat tradisionil, agar lebih lama pemrosesannya yang perlu rasa-rasanya terbangun, " tutur Wawan. Sekarang ini, lanjut Abah, untuk abon daging sapi saja, dalam dua Minggu dapat jual sampai 50 kg dengan harga per kilogramnya menjangkau Rp 400. 000.
Produksi abon serta dendeng juga akan bertambah tajam umumnya waktu mendekati puasa serta hari raya Idul Fitri. " Penambahannya dapat sampai 2 x lipat lebih dari hari-hari umum, " tuturnya.
Lain dengan hari raya Idul Fitri, menurut Wawan, pada hari raya Idul Adha order pembuatan dendeng serta abon dapat bertambah sampai 500 kg lebih. Karna, mereka yang berqurban seringkali menitipkan daging padanya untuk dibuat jadi dendeng atau abon.
" Saya cuma bisa biaya produksinya saja, umumnya per satu kg daging biayanya dapat Rp 70 ribu buat untuk abon, " tuturnya. Pembuatan abon, menurut Wawan, tidak gampang. Untuk abon sapi, daging yang jadi pilihannya yaitu daging kami sisi belakang.
Sesaat, untuk daging ayam yang di ambil cuma daging diberikan dada saja. Bahkan juga, untuk abon kalkun, dari 12 kg daging ayam kalkun utuh, cuma jadi abon paling banyak 1, 25 kg.
" Dari satu kg daging paling jadi abon cuma setengahnya, bila ayam kalkun utuh yang beratnya 12 kilo, yang dapat jadikan abon dagingnya cuma 2, 5 kilo, jadi abonnya paling 1, 25 kg, maka dari itu harga nya dapat sampai Rp 500 ribu per kilo, " tuturnya.
Wawan mengakui, satu diantara masalah yang dihadapinya sekarang ini yaitu ketersediaan bahan baku. Karna, untuk produksi 50 kg abon ayam saja, dianya butuh sampai 100 kg daging dada ayam yang susah didapat.
Walau sekian, Wawan mengakui dari hasil usaha melanjutkan warisan keluarga ini, dianya dapat menyekolahkan ke-4 anaknya sampai perguruan tinggi yang terlebih dulu tidak sempat dipikirkan olehnya.
No comments:
Post a Comment