Makanan Ekstrim Khas Kamboja Yang Semakin Sulit Dicari



88Kulinermakan - Warga Kamboja punya kebiasaan konsumsi tarantula goreng. Laba-laba memiliki ukuran besar yang badannya dipenuhi bulu ini di nikmati jadi makanan ringan. 

Tetapi saat ini banyak penjual tarantula yang mengeluh masalah ketersediaan serangga ini. Pasalnya rimba tempat tarantula hidup saat ini banyak dirubah jadi kebun kacang mete. Hal semacam ini mengakibatkan menyusutnya populasi tarantula di Kamboja. Walau sebenarnya terlebih dulu, serangga ini jumlahnya melimpah disana. 



Rutinitas makan tarantula goreng bermula waktu rezim Mao beranama Khmer Rouge berkuasa di th. 1970-an. Mereka jadikan warga Kamboja budak. Sampai juta-an warga keluar dari kota lantas mengungsi kedalam rimba. Disana mereka alami kelaparan. Kelaparan berikut yang buat mereka menelan apa pun yang dapat dikonsumsi di rimba. Waktu itu, tarantula jadi pilihan. 

Pada tahun 1979, rezim Khmer Rouge pada akhirnya runtuh. Tetapi rutinitas makan tarantula tetaplah ada sampai saat ini. Saat ini warga Kamboja menggoreng tarantula yang telah di beri garam serta bawang putih. Warga Kamboja menamai hidangan ini Aping. Konon rasa-rasanya serupa dengan kepiting. Terkecuali gampang didapat, mengkonsumsi tarantula goreng dinilai baik untuk kesehatan. 

Sekian waktu lalu, pernah ada trend mengungah photo makan aping di sosial media. Banyak warga atau pelancong yang mengunggah photo mereka memakan serangga bertubuh gendut itu. 

Sayangnya, saat ini banyak penjual yang mengeluh masalah ketersediaan tarantula di rimba. Satu diantaranya, Chea Voeun, penjual Aping yang telah berjualan sepanjang 20 tahun.



" Aping begitu populer di Kamboja tapi saat ini jumlah mereka tak akan banyak, mereka saat ini langka, " papar Chea Voeun.

Saat ini ia serta penjual yang lain cuma tergantung pada penadah tarantula dibanding mencari sendiri. Karena itu berlangsung kenaikan harga tarantula. Sekarang ini satu ekor tarantula di jual seharga $1 (Rp 13. 500). Angka itu sepuluh kali lipat semakin besar di banding umumnya. 

Penjual beda bernama Lou Srey Sros bahkan juga berujar, " Waktu tak ada sekali lagi rimba, laba-laba ini akan tidak ada sekali lagi (punah). " 

Hal semacam ini begitu disayangkan. Bahkan juga tubuh konservasi alam dunia, Fauna Flora International (FFI) mengatakan bila lokasi Asia Tenggara kehilangan 20% rimba mulai sejak tahun 1990.

No comments:

Post a Comment

Adbox

@templatesyard